Hampir dapat dipastikan bahwa proses
pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya yang memadai. Implikasi
diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, membuat para pengambil
keputusan sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang
komponen pembiayaan pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak
sejak dimulainya pelaksanaan otonomi daerah yang juga meliputi bidang
pendidikan. Apalagi masalah pembiayaan ini sangat menentukan kesuksesan program
MBS, KBK, ataupun KTSP yang saat ini diberlakukan.
Dalam makalah ini akan difokuskan
pada satu permasalahan pembiayaan pendidikan yaitu analisis manfaat biaya pendidikan.
Analisis biaya dan manfaat (ABM) adalah salah satu teknis yang
digunakan untuk mengevaluasi penggunaan
sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara efisien. ABM merupakan alat bantu untuk membuat keputusan, dengan mempertimbangkan
sejauh mana sumberdaya yang digunakan (sebagai biaya)
dapat memberikan hasil-hasil yang diinginkan (manfaat) secara optimal. ABM
digunakan manakala hal efisiensi secara akurat dan rasional menjadi
pertimbangan utama.
Roy Simbel (dalam
Kawulusan, 2016) berpendapat bahwa ABM adalah
salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan cepat. Menurutnya dalam mengambilan keputusan, yang digunakan
sebagai petunjuk adalah biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang bisa dipetik. ABM dilakukan dengan tetap mengacu pada tujuan yang
telah ditetapkan. ABM bertujuan memilih alternatif yang menunjang tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan dengan manfaat yang paling besar serta risiko yang
paling dapat dikendalikan.
Teknis ABM dapat diterapkan dalam berbagai bidang pengambilan keputusan, utamanya dalam rangka membuat evaluasi program untuk
kepentingan publik yang seringkali menimbulkan biaya dan manfaat yang berdampak
pada kepentingan sosial. Tentu saja
lapangan pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ini, terutama ketika
pertimbangan efisiensi menjadi begitu diperhitungkan. Maka dari itu, dalam makalah ini
akan dibahas secara mendalam mengenai cost
benefit analysis (analisis biaya manfaat) dalam pendidikan. Namun untuk
memperjelas dan mempermudah pembahasan makalah ini, pemakalah akan membahas
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan biaya pendidikan.
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan, maka berikut adalah rumusan masalah dalam penulisan makalah.
1.
Apa pengertian biaya pendidikan?
2.
Apa pengertian dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
3.
Apa tujuan dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
4.
Bagaimana cara mengukur biaya dan
manfaat pendidikan?
5.
Bagaimana rate of return on
investment dalam pendidikan?
Konsep biaya
dalam bahasa Inggris biasa menggunakan istilah cost, financial, expenditure. Biaya menurut Usry dan Hammer dalam
Akdon (2017:5) adalah sebagai cost as an
exchange, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. Cost bersinonim dengan expense yang digunakan untuk mengukur
pengeluaran (outflow) barang atau
jasa yang disandingkan dengan pendapatan untuk mengukur pendapatan. Secara
bahasa, biaya (cost) dapat diartikan sebagai pengeluaran, sedangkan dalam
istilah ekonomi, biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter
lainnya. Pengertian biaya dalam ekonomi adalah
pengorbanan-pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara
rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak
demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai pemborosan.
Pendidikan
oleh Wahono (2001:2) secara lugas dikatakan bahwa sebenarnya adalah wahana atau
alat saja. Sebagai alat, pendidikan diabdikan
kepada sebuah atau beberapa tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan misi.
Disinilah terjadi medan perebutan pengaruh dari berbagai kekuatan lengkap
dengan ideologinya (O’neil, 2002:4). Kekuatan dan ideologi ini terjelma dalam
sistem ekonomi pendidikan. Sistem ekonomi pendidikan ini berkaitan dengan
sistem pembiayaan pendidikan. Sistem pembiayaan pendidikan yang terwujud dalam
alokasi komponen pembiayaan pendidikan idealnya mencerminkan visi dan misi
lembaga pendidikan.
Menurut Supriadi (2003),
biaya pendidikan merupakan salah satu komponen instrumental (instrumental-input)
yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam
pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun
barang dan tenaga. Sedangkan menurut Triwiyanto dan
Nurabadi (2015:26), pembiayaan pendidikan merupakan salah satu variabel yang
menyumbang tercapainya tujuan pendidikan. Salah satu tujuan pendidikan dalam
mengelola variabel biaya pendidikan yaitu pengelolaan variabel tersebut secara
efektif dan efisien untuk menghasilkan output yang tinggi.
Biaya dalam
pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung (Fattah, 2002).
Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa. Kebanyakan biaya langsung
berasal dari sistem persekolahan seperti SPP dan sumbangan orang tua atau biaya
yang dikeluarkan langsung oleh siswa untuk membeli perlengkapan guna menunjang
proses pelaksanaan pendidikan. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan
yang hilang dalam bentuk kesempatan yang hilang dan dikorbankan oleh siswa
selama belajar.
Sejalan dengan
pendapat Fattah, Akdon (2017:5) juga
mengemukakan bahwasannya biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri
dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan
kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar,
biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemeintah, orang tua,
maupun siswa itu sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang
hilang (earning forgone) dalam bentuk
biaya kesempatan yang hilang (opportunity
cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Menurut Supriadi
(2003:4) biaya terbagi menjadi dua yaitu biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social
cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau
dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household
expenditure). Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat
untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh
pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.
Sifat biaya
pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu biaya yang bersifat budgetair dan biaya yang bersifat non budgetair. Biaya budgetair adalah biaya pendidikan yang
dibelanjakan sekolah sebagai suatu lembaga. Sedangkan biaya non budgetair adalah biaya yang
bersumber dari orang tua/ keluarga siswa untuk menunjang proses pembelajaran di
sekolah.
Anggaran biaya
pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan antara satu dengan yang
lainnya, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan
yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan
diterima secara teratur. Pada sekolah dasar negeri umumnya memiliki
sumber-sumber anggaran pendapatan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat sekitar, orang tua siswa, dan sumber lainnya. Anggaran pengeluaran
adalah dana yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Anggaran belanja sekolah ditentukan oleh
komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi pada setiap daerah.
Serta dari waktu ke waktu berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran
sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, antara lain
sebagai berikut.
1. pengeluaran
untuk pelaksanaan pelajaran
2. pengeluaran
untuk tata usaha sekolah
3. pemeliharaan
sarana dan prasarana sekolah
4. kesejahteraan
pegawai
5. administrasi
6. pembinaan
teknis educative, dan
7. pendataan.
Perhitungan
biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang
didasarkan pula pada perhitungan biaya nyata (the real cost) sesuai dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya.
Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang harus dikaji
atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat
sekolah merupakan aggregate biaya
pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan
masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun
pelajaran. Biaya satuan per siswa merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa
besar dana yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk
kepentingan siswa dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini
diperoleh dengan memperhitungkan jumlah siswa pada masing-masing sekolah, maka
ukuran biaya satuan dianggap standar dan dapat dibandingkan antara sekolah satu
dengan sekolah lainnya. Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan
menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan efisiensi dalam penggunaan
sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan
pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Di samping itu, juga dapat
menilai bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan
sistem pendidikan. (Mingat Tan dalam Fattah, 2006)
Analisis biaya manfaat merupakan
metodologi yang banyak digunakan dalam melakukan analisis investasi pendidikan.
Metode ini dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan pilihan
diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas tetapi
memberikan keuntungan yang tinggi (Aryanto, 2009). Analisis manfaat biaya bersandar pada rasionalitas ekonomi yang memperhitungkan sisi efisiensi. Dengan perkataan lain, suatu pilihan
akan dilaksanakan manakala manfaat yang ditimbulkan lebih tinggi dari biaya
yang dikeluarkan, dan sebaliknya berdasarkan teknik ini, suatu pilihan akan
dihindari manakala manfaat yang dihasilkan tidak sebanding (lebih kecil) dengan biaya yang dikeluarkan.
Apabila dihubungkan dengan teknik ABM dalam lapangan
pendidikan, maka kita akan berhadapan dengan ’nilai manfaat’ yang terkait
dengan pembangunan manusia yang tidak mudah dinilai dengan ukuran uang. Dengan
perkataan lain, suatu proyek pendidikan yang berorientasi sepenuhnya kepada
pembangunan karakter manusia akan mendapatkan nilai manfaat yang sangat tinggi.
Oleh karena itu, pengukuran efisiensi (menimbang besaran biaya terhadap
manfaat) akan berhadapan dengan nilai manfaat (investasi sumber daya insani)
yang seolah tanpa batas.
Dalam penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat
secara tajam menghitung cost (biaya).
Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan salah satu komponen
instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki
cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga
(yang dapat dihargakan uang).
Dalam konsep dasar pembiayaan
pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya
pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan
tingkat sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat
yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan
ukuran yang menggambarkan seberapa
besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid
dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid
pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard dan
dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan
dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan
dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan menganalisis biaya
satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan
sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan
pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan
dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan.
1. Peningkatan
KBM
12. Peningkatan
kemampuan dalam menguasai iptek.
13. Peningkatan
pembinaan kegiatan siswa
14. Rumah
tangga sekolah
18. Pembinaan
tenaga kependidikan
19. Pengadaan
bahan pelajaran.
Penelitian mengenai variabel biaya
pendidikan dengan komponen tujuan pendidikan telah dilakukan oleh beberapa
ahli, salah satu penelitian itu berusaha mengaitkan beberapa variabel biaya
pendidikan dengan mutu pendidikan (Fattah, 2002:45). Hasil penelitian lain
menyatakan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
di daerah pedesaan menunjukkan upaya pemborosan yang tinggi sehingga menurunkan
tingkat efisiensi pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (Behrmean & Birdsall
dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:26). Sebaliknya hasil penelitian lain
menyimpulkan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan akan pendidikan di Sekolah
Dasar telah memberikan “rate of return” yang
cukup tinggi (Foster, 1980; Corney et al,
1982). Studi yang dilakukan Budiono dan Mc Mahon (1992) membuktikan bahwa
upaya meningkatkan pemerataan kesempatan akan pendidikan di Sekolah Dasar dengan Sekolah Menengah Tingkat
Atas di Indonesia telah juga berhasil meningkatkan tingkat efisiensi sistem
pendidikan di sekolah. Perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan
betapa komponen biaya pendidikan memiliki elastisitas pengelolaan yang berdampak
pada tercapainya tujuan pendidikan.
Studi Psacharopoulus oleh Teguh
(dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:26) mengenai pembiayaan pendidikan
memaparkan hal yang amat mengagetkan, dimana di NSB (Negara Sedang Berkembang)
rata-rata biaya seorang mahasiswa setara dengan 88 kali biaya seorang siswa SD.
Kenyataan ini berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris,
dan Selandia Baru yang perbandingannya mencapai 17,6. Sayangnya, tinginya biaya
pendidikan tinggi di NSB tidak diikuti secara proporsional pendapatan yang
diperoleh dari seorang lulusan perguruan tinggi. Kondisi tersebut menjadikan
cermin bagi PT di Indonesia untuk terus meningkatkan efisiensi pendidikannya.
Penelitian-penelitian mengenai
variabel biaya pendidikan tidak sekedar mencakup hal-hal di atas, melainkan
penelitian terhadap dampak sosial-ekonomi pendidikan. Salah satu penelitian
yang menggunakan analisis organisasi dilakukan oleh Ruwiyanto (1994:56) yaitu
pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi lembaga pendidikan karya terhadap
manfaat sosial-ekonomi warga belajar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa dinamika organisasi pendidikan akan membawa pengaruh terhadap warga
belajar. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa upaya memperbaiki
manajemen untuk efisiensi biaya pendidikan akan membawa dampak pengentasan
masyarakat miskin sekaligus usaha ini akan membawa pada usaha ke arah
pemerataan pendidikan.
Percepatan dan pemerataan penyediaan
pendidikan formal secara kuantitatif kerap diartikan sebagai kunci kesuksesan
pembangunan ekonomi, mitos seperti inilah yang berkembang selama ini.
Kecenderungan lain yang muncul di NSB, termasuk di Indonesia, antara lain
pendidikan lebih dinilai sebagai status sosial ketimbang produktivitas. Todaro
(dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menyatakan masyarakat, termasuk pasar
tenaga kerja, cenderung mengharapkan ijazah pendidikan lebih tinggi.
Kecenderungan ini yang mendorong meningkatnya permintaan akan jenjang
pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan, termasuk PT, karena kondisi tersebut
dapat mengoptimalkan kualitas outputnya dengan meningkatkan efisiensi
pendidikan.
Keterkaitan pendidikan faktor-faktor
lain diluar pendidikan juga menjadi kajian beberapa ahli. Ccombs dan Ahmed
(1980:5) menjadikan pendidikan nonformal sebagai unit analisisnya terhadap
pemerataan pendidikan. Perhitungan politik ekonomi di perguruan tinggi yang
dilakukan oleh Wahono (2001:1). Wahono memperlihatkan analisis cermat mengenai
pendidikan dari sudut ekonomi politik. Sementara itu, kajian efisiensi
pendidikan yang dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat efisiensi
menjadi kajian yang juga memperkaya bidang kajian ini (Nurhadi, 1988).
Penelitian dengan dilakukan Fattah (2002), fokus penelitiannya pada level
pendidikan SD. Hasil penelitiannya menunjukkan pola hubungan yang signifikan
diantara variabel-variabel yang diukur.
Psacharopoulos dan Patrinos (dalam
Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menemukan investasi pendidikan tinggi di
Indonesia tahun 1986 memiliki nilai manfat sosial sebesar 5%. Nilai ini lebih
rendah ketimbang manfaat sosial dari pendidikan menengah yang mencapai 11%.
Sayangnya studi ini tidak mengungkapkan manfaat individu yang diperoleh.
Manfaat sosial ini tentunya berbeda-beda tiap PT, dengan mengetahui hal
tersebut dapat dilakukan strategi lebih terencana untuk mengoptimalkan output
yang menjelaskan banyak mengungkap persoalan-persoalan pembiayaan pendidikan di
Indonesia.
Studi-studi di atas memperlihatkan
bahwa penelitian mengenai ekonomi, efisiensi, dan efektifitas pendidikan (audit
manajemen) belum banyak dilakukan, apa lagi dengan unit analisisnya perguruan
tinggi. Penelitian-penelitian tersebut belum menjadikan perguruan tinggi
sebagai bahan kajian yang menarik. Penelitian yang ada baru menjadikan tingkat
SD sampai SMA sebagai unit analisisnya, sementara di PT belum banyak dilakukan.
Perguruan tinggi dengan karakter khususnya memiliki kemungkinan pola hubungan
berbeda antara variabel biaya dengan mutu produknya.
Tujuan analisis
manfaat biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan
informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan
sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan
serta peningkatan mutu pendidikan (Kawulusan, 2016).
Secara khusus, analisis manfaat
biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan untuk menetapkan anggaran
pendidikan dalam RAPB, dan juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM
dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.Sedangkan bagi masyarakat,
analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna sebagai dasar/pijakan dalam
melakukan investasi di dunia
pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari, karena
menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang tanpa ada
jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.
Penerapan analisis manfaat-biaya
dalam pendidikan dapat digunakan untuk mengevaluasi secara kritis
kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang dihasilkan dari
sejumlah biaya yang sedemikian besar telah dikeluarkan. Misalnya dalam kasus kebijakan UN, anggaran
yang diusulkan oleh pemerintah sebesar Rp 754 Milyar, yang terdiri dari anggaran untuk UN (Ujian Nasional) tingkat SD (Sekolah Dasar) dalam RAPBN
2008 sebesar Rp 500 miliar untuk sekitar lima juta murid.
Adapun untuk pelaksanaan UN
tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) sederajat dialokasikan Rp 150 miliar dan di level SMA (Sekolah
Menengah Atas) sederajat direncanakan sebesar
Rp 104 miliar. Meskipun banyak pihak menganggap bahwa penyelenggaraan UN ini
merupakan suatu kebijakan yang mubazir, namun pemerintah menganggap bahwa
manfaat dari UN sangat besar (strategis) bila dibandingkan dengan pilihan tidak
melaksanakan UN. Argumentasi pemerintah ini sesunggunya dapat dikritisi dengan
melakukan analisis biaya manfaat melalui pendekatan opportunity cost. Berapa besar kerugian yang ditimbulkan dengan hilangnya kesempatan bagi
pemerintah dengan biaya sebesar itu bila dipakai untuk menjalankan kebijakan
lain, misalnya pembangunan dan perbaikan gedung SD.
Secara sederhana dapat
dibandingkan manfaat yang didapatkan dengan pelaksanaan UAN, dengan manfaat
apabila dana sebesar itu
digunakan untuk menyediakan dan atau memperbaiki sarana dan prasarana sekolah,
terutama yang berada di pelosok desa. Dengan analisis manfaat biaya ini, diharapkan semua debat dan kontroversi masalah UN dapat
diselesaikan secara rasional, bukan emosional ataupun politik.
1. Mengukur Biaya Pendidikan
Konsep biaya
pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya
terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk
uang, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “income forgone”. Income forgone yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa selama
ia mengikuti pelajaran atau menyelesaikan studi. Sebagai contoh, seorang
lulusan SMP yang tidak diterima untuk melanjutkan pendidikan di SMA, jika ia
bekerja tentu memperoleh penghasilan dan jika ia melanjutkan besarnya
pendapatan selama 3 tahun belajar di SMA harus diperhitungkan. Oleh karena itu,
biaya pendidikan akan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung atau
biaya kesempatan (opportunity cost).
Dengan demikian, biaya keseluruhan (C) selama di SMA terdiri dari biaya
langsung (L), dan biaya tidak langsung (K) atau pendapatan lulusan SMP.
C (SMA) = L (SMA) +
K (SMA)
Keterangan:
C (SMA): biaya
pendidikan
L (SMA) : biaya langsung
dibayarkan untuk bersekolah di SMA
K (SMA) : jumlah
rata-rata penghasilan lulusan SMP
Biaya pendidikan
merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan
sekolah. Analisis efisiensi keuangan sekolah dalam pemanfaatan sumber-sumber
keuangan sekolah dan hasil (output)
sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisis biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya satuan per
siswa adalah biaya rata-rata per siswa yang dihitung dari total pengeluaran
sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah (enrollment) dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya
biaya satuan per siswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk
menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Di
dalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan makro
dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah
pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi
jumlah siswa. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan
alokasi pengeluaran per komponen pendidikan yang digunakan oleh siswa.
a. Pendekatan
Makro
Faktor utama
yang menentukan dalam perhitungan biaya satuan dalam sistem pendidikan adalah
kebijakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan di setiap negara. Pola
alokasi biaya pendidikan terutama yang bersumber dari pemerintah meningkatkan
pengaruh berdasarkan struktur piramida karakteristik. Pola ini memberikan
tinjauan kasar tentang prioritas biaya yang bersumber dari pemerintah. Pada
umumnya, negara-negara di Asia mengalokasikan dana pemerintah untuk pendidikan
dasar sebesar 48% , pendidikan menengah 31%, dan pendidikan tinggi sebesar 19%.
Pola yang menurun ini sama dengan pola di Amerika Latin yang berkontribusi dana
pemerintahan masing-masing 51%, 25%, dan 24% (Bank Dunia).
Untuk
membandingkan biaya pendidikan pada tiap jenjang di tiap negara, teknik yang
digunakan yaitu dengan membandingkan biaya operasional pendidikan dan sumber
keuangannya. Besarnya biaya satuan berdasarkan perbandingan persentase dari GNP.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia, rata-rata satuan biaya
pendidikan dasar di negara-negara Asia yang menjadi objek studi adalah 10% dari
GNP, sama dengan di Amerika Latin, pada pendidikan menengah rata-rata satuan
biaya di Asia adalah 19% perkapita GNP. Sedangkan di Amerika Latin mencapa 25%,
Philipina dan Srilanka memiliki biaya terendah, yaitu kurang dari 0,5 kali
rata-rata regional. Cina memiliki satuan biaya paling tinggi yaitu sekitar 1,5
kali rata-rat regional. Di negara-negara lain seperti India, Nepal, dan
Thailand memiliki satuan biaya di bawah rata-rata, sedangkan Indonesia, Korea,
dan malaysia memiliki satuan biaya di atas rata-rata.
Satuan biaya
pendidikan di setiap negara sangat bervariasi. Variasi atau keragaman dalam
besarnya satuan biaya disebabkan perbedaan cara penyelenggaraan pendidikan.
Karakteristik pendidikan yang mempengaruhi biaya meliputi, antara lain:
1. skala
gaji guru dan jam terbang mengajar,
2. penataran
dan latihan pra jabatan,
3. pengelompokan
siswa di sekolah dan di dalam kelas,
4. penggunaan
metode dan bahan pengajar,
5. sistem
evaluasi, dan
6. supervisi
pendidikan.
Alasan
adanya perbedaan satuan biaya antara negara-negara di Asia bermacam-macam.
Misalnya, di Bangladesh tingkat biaya terutama disebabkan rasio guru-siswa yang
sangat tinggi, sedangkan di Srilangka disebabkan gaji guru yang relatif rendah.
b. Pendekatan
Mikro
Pendekatan mikro
menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran total (total cost) dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat pendidikan.
Biaya total merupakan gabungan biaya-biaya per komponen input pendidikan di
tiap sekolah. Satuan biaya pendidikan merupakan biaya rata-rata yang
dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah per murid per tahun
anggaran. Satuan biaya ini merupakan fungsi dari besarnya pengeluaran sekolah
serta banyaknya murid sekolah. Dengan demikian, satuan biaya ini dapat
diketahui dengan jalan membagi seluruh jumlah pengeluaran sekolah setiap tahun
dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang bersangkutan. Perhitungan satuan
biaya pendidik dapat menggunakan formula sebagai berikut.
Sb
(s,t) = f [K (s,t) dan M (s,t)]
Keterangan:
S = satuan biaya per murid per tahun
K = jumah seluruh pengeluaran
M = jumlah murid
s = sekolah tertentu
t = tahun tertentu
2.
Mengukur
Manfaat Pendidikan
Perlu
dikemukakan bahwa keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan
standar nilai ekonomi atau uang. Hal ini disebabkan manfaat pendidikan, di
samping memiliki nilai ekonomi, juga memiliki nilai sosial. Dalam pengukuran
dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau pendapat seseorang dari
produktivitas yang dimilikinya, memerlukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi bahwa
produktivitas seseorang dianggap merupakan fungsi dari keahlian dan
keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Ukuran hasil pendidikan kita
gabungkan dengan data biaya pendidikan dapat menjadi ukuran efisiensi
eksternal. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan
tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu:
1. 1. dapat
tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi,
2. 2. dapat
tidaknya memperoleh pekerjaan,
3. 3. besarnya
penghasilan (gaji) yang diterima,
4. sikap
perilaku dalam konteks sosial, budaya, dan politik.
Dalam mengukur keuntungan
pendidikan, digambarkan bagaimana cara mengukur keuntungan pendidikan menurut
nilai ekonomi (penghasilan) yang dibandingkan dengan biaya (cost). Keuntungan tersebut diukur dengan
menggunakan pola penghasilan seumur hidup. Pola penghasilan seseorang sepanjang
hayatnya akan berbentuk V balik yang dimulai dengan penghasilan agak rendah
pada usia muda, meningkat pada masa berikutnya, dan menurun pada usia lanjut.
Untuk memperoleh pola penghasilan seumur hidup ini dilakukan dengan dua cara: cross sectional dan longitudinal. Berikut ini penjelasannya.
1.
Cross
sectional dengan jalan mengukur penghasilan dalam
waktu yang bersamaan kepada sejumlah orang yang bervariasi umumnya, kemudian
dicari rata-rata penghasilan dari orang-orang yang usianya sama.
2.
Longitudinal
dengan jalan mengikuti sejumlah orang yang seusia
dan penghasilannya diukur pada setiap usianya.
Penghasilan atau gaji merupakan
ukuran yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan pendidikan.
Ada tiga alasan yang bisa dikemukakan, yaitu sebagai berikut.
1.
Baik logika maupun
pengalaman menunjukkan bahwa mayoritas sosial bersekolah sebagai sarana untuk
mendapatkan manfaat ekonomi.
2.
Mudah diukur.
3.
Data gaji cukup
tersedia, namun demikian ada beberapa hal yang perlu ditentukan terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengukuran, yaitu:
a.
Apa gaji awal atau gaji
seumur hidup,
b.
Menggunakan honor atau
data kroseksional. Profil konseksional mengemukakan gaji orang-orang yang
berbeda usia, tetapi sama tingkat pendidikannya pada waktu tertentu. Kohor
menelusuri perkembangan gaji seseorang dalam perkembangan waktu. Perlu juga
diperhatikan bukan hanya besarnya gaji absolut, tetapi juga seberapa besar
pertambahan gaji setelah mendapat pendidikan dan latihan.
Teori ini
pertama kali dikembangkan oleh Mincer pada tahun 1974 dan kemudian lebih
terkenal dengan sebutan persamaan Mincerian. Pendekatan ini tak hanya menjadi
referensi khusus pada biaya pendidikan langsung, walaupun dalam praktiknya
pendekatan ini memasukkan konsep earning
forgone dalam porsi yang lebih besar. Rate
of return diterjemahkan sebagai perbandingan antara biaya yang dihabiskan/diinvestasikan
untuk pendidikan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan setelah menyelesaikan
pendidikan itu selama hidupnya. Angka ini sering menjadi acuan dalam beberapa
analisis lanjutannya, misalnya dalam cost
benefit analysis. Rate of return ini merupakan alat
perencanaan pendidikan. Hasil analisis dari pendekatan ini akan dijadikan
pertimbangan sejauhmana vitalitas suatu program pendidikan (umumnya pendidikan
masyarakat) mampu memberikan manfaat terhadap hidup dan kehidupan
individu/suatu masyarakat.
Sebagai alat
analisis, semua bentuk investasi modal dalam suatu usaha diukur dengan alat
analisis ini. Dalam pembangunan bangsa, sebagai suatu bentuk usaha investasi
jangka panjang, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi
daripada investasi fisik dibidang lain. Di negara-negara sedang berkembang
umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih
tinggi daripada investasi modal fisik yaitu 20% dibanding 15%. Sementara itu di
negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding
investasi modal fisik yaitu 9% dibanding 13%. Keadaan ini dapat dijelaskan
bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara
berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan
sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap
pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi dalam Faridah, 2015).
Berdasarkan
beberapa studi yang dilakukan oleh bank dunia, menunjukkan investasi pendidikan
sebagai sebuah kegiatan inti dalam pengembangan sumber daya manusia, hal ini
membuktikan bahwa pendidikan memiliki sumbangan yang signifikan terhadap
tingkat keuntungan ekonomi. Berdasarkan temuan-temuan tersebut mengatakan bahwa
keuntungan ekonomi (rate of return)
investasi pendidikan lebih tinggi daripada investasi fisik dengan perbandingan
15,3% dengan 9,1% (Nanang Fattah, 2000). Ini berarti bahwa investasi dalam
pendidikan merupakan upaya yang menguntungkan baik secara sosial maupun
ekonomis.
Pada rate of return ada suatu pertukaran
nilai, yaitu pertukaran antara penghasilan yang diraih seseorang setelah
mengikut suatu program pendidikan dengan investasi untuk mendapatkan
pendidikan. Ini bisa dijelaskan oleh rumus regresi gandanya seorang ekonom
pendidikan, Mincer sang pelopor pendekatan ROR ini. Rumus yang ditetapkan
Mincer adalah seperti di bawah ini :
Ln Y = a + bS + cX1 + dX2 + eX3 +
.....
Dimana Y adalah variabel dependen
dari Ln pendapatan seseorang (Y). Adapun variabel independennya adalah :
S = Jumlah tahun sekolah
X1 = Pelatihan yang didapat
X2 = Pengalaman
X3 = Waktu bekerja
Penjelasannya,
perubahan pada salah satu variabel independen akan merubah secara otomatis
nilai variabel dependen. Misalnya, perubahan satu satuan variabel X1
(pendidikan/pelatihan), akan merubah pula nilai variabel Y (pendapatan
individu). Begitu pula yang lainnya.
Pendidikan
sebagai salah satu variabel independen, memiliki kontribusi persentase tertentu
pada penghasilan yang dimiliki seseorang selama hidupnya. Perubahan atas
kuantitas dan kualitas pada pendidikan, berarti menaikkan atau menurunkan
kuantitas variabel X1 tentu akan berpengaruh pula pada variabel dependen (Y),
penghasilan seseorang.
Upaya
peningkatan mutu pembelajaran adalah treatment
terhadap variabel independen pada persamaan Mincer di atas. Mutu pembelajaran
yang ditingkatkan akan mempengaruhi capaian belajar seseorang. Logika
sederhananya, ia akan memiliki nilai lebih dari proses pembelajaran reguler
yang tanpa ada upaya peningkatan mutu pembelajaran. Ia akan memiliki
kapabilitas lebih. Kelebihan yang dimiliki sebagai akibat dari perbaikan mutu
pembelajaran, akan memberikan daya tawar yang tinggi pada individu yang didik
untuk mampu bersaing dan mendapat pekerjaan.
Upaya
peningkatan mutu pembelajaran tidak akan pernah terlepas dari biaya. Upaya
pemenuhan input instrument yang bermutu tinggi, seperti dijelaskan dalam model
proses pembelajaran pada pendahuluan, misalnya tenaga yang lebih profesional,
kurikulum terbaik, saran-pra saran terbaik, lingkungan yang terbaik, lingkungan
yang terbaik, dan lain sebagainya pasti membutuhkan pembiayaan ekstra.
Disinilah letak economic value exchange-nya.
Metode pengembalian
investasi digunakan untuk mengukur prosentase manfaat yang dihasilkan oleh
suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya. Sedangkan return on investment dari suatu proyek
investasi dapat dihitung dengan rumus:
ROI =
Misalnya diketahui bahwa total manfaat dari
Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Program Pasca Sarjana UM
adalah:
Manfaat tahun ke 1 = Rp.
346.000.000,-
Manfaat tahun ke 2 = Rp.
440.000.000,-
Manfaat tahun ke 3 = Rp.
565.000.000,-
Manfaattahunke 4 =
Rp. 627.500.000,-+
Total Manfaat =
Rp. 1.978.500.000,-
Sedang total biaya yang dikeluarkan
adalah:
Biaya tahun ke 0 = Rp. 788.500.000,-
Biaya tahun ke 1 =
Rp. 61.000.000,-
Biaya tahun ke 2 =
Rp. 67.500.000,-
Biaya tahun ke 3 =
Rp. 79.000.000,-
Biaya tahun ke 4 = Rp. 85.250.000,- +
Total Biaya = Rp.
1.081.250.000,-
ROI untuk proyek ini adalah sebesar
= (Rp. 1.978.500.000 – Rp. 1.081.250.000,-)/ Rp. 1.081.250.000,-) x 100% = 82,98
% . Apabila suatu proyek investasi
mempunyai ROI lebih besar dari 0 maka proyek tersebut dapat diterima.
Pada proyek ini nilai ROI nya adalah 0,8298 atau 82,98%, ini berarti proyek ini
dapat diterima, karena proyek ini akan memberikan keuntungan sebesar
82,98% dari total biaya investasinya.
BAB III PENUTUP
Biaya
pendidikan dapat dikatakan memegang peranan penting dalam keberlangsungan
pendidikan. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu juga tidak terlepas dari perencanaan anggaran yang
mantap, alokasi yang tepat sasaran dan efektif sehingga membuat seluruh
komponen lembaga pendidikan tersebut bersinergi dan memberikan hasil yang
optimal dalam pencapaian tujuan. Lembaga pendidikan dapat dikatakan
juga sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya
menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya produksi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa analisis manfaat biaya pendidikan menjadi bahan perhatian
yang penting bagi pemerintah, masyarakat, dan para penyelenggara pendidikan
untuk menentukan langkah progresif dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang
banyak digunakan dalam melakukan analisis investasi pendidikan. Tujuan
dilakukannyaanalisis
manfaat biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan
informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan
sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan
serta peningkatan mutu pendidikan. Sehingga metode ini dapat membantu
para pengambil keputusan dalam menentukan pilihan diantara alternatif alokasi
sumber-sumber pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang
tinggi.
Rate of return
adalah perbandingan antara biaya yang dihabiskan atau diinvestasikan untuk
pendidikan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan setelah menyelesaikan
pendidikan itu selama hidupnya. Hasil analisis rate of return ini akan
dijadikan pertimbangan suatu program pendidikan mampu memberikan manfaat terhadap
kehidupan individu.
Bagi pengambil keputusan di sekolah atau kepala sekolah, penerapan analisis manfaatbiaya
dalam pendidikan dapat digunakan bahan untuk mengevaluasi secara
kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyerap dana sangat besar. Hal ini
perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang dihasilkan dari
sejumlah biaya yang sedemikian besar telah dikeluarkan.
Bagi pemerintah, sebaiknya menjadikan analisis manfaat biaya
pendidikan sebagai acuannya untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPB, selain itu juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan
mutu pendidikan nasional.Sedangkan bagi masyarakat, sebaiknya analisis manfaat biaya pendidikan ini juga dijadikan sebagai dasar/pijakan dalam melakukan investasi di dunia pendidikan.