Rabu, 18 April 2018

COST BENEFIT ANALYSIS DALAM PENDIDIKAN



Hampir dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya yang memadai. Implikasi diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, membuat para pengambil keputusan sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang komponen pembiayaan pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak sejak dimulainya pelaksanaan otonomi daerah yang juga meliputi bidang pendidikan. Apalagi masalah pembiayaan ini sangat menentukan kesuksesan program MBS, KBK, ataupun KTSP yang saat ini diberlakukan.
Dalam makalah ini akan difokuskan pada satu permasalahan pembiayaan pendidikan yaitu analisis manfaat biaya pendidikan. Analisis biaya dan manfaat (ABM) adalah salah satu  teknis yang digunakan untuk  mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara efisien. ABM merupakan alat bantu untuk membuat keputusan, dengan mempertimbangkan sejauh mana sumberdaya yang digunakan (sebagai biaya) dapat memberikan hasil-hasil yang diinginkan (manfaat) secara optimal. ABM digunakan manakala hal efisiensi secara akurat dan rasional menjadi pertimbangan utama.
Roy Simbel (dalam Kawulusan, 2016) berpendapat bahwa ABM adalah salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan cepat. Menurutnya dalam mengambilan keputusan, yang digunakan sebagai petunjuk adalah biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang bisa dipetik. ABM dilakukan dengan tetap mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. ABM bertujuan memilih alternatif yang menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dengan manfaat yang paling besar serta risiko yang paling dapat dikendalikan.
Teknis ABM dapat diterapkan dalam berbagai bidang pengambilan keputusan, utamanya dalam rangka membuat evaluasi program untuk kepentingan publik yang seringkali menimbulkan biaya dan manfaat yang berdampak pada kepentingan sosial. Tentu saja lapangan pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ini, terutama ketika pertimbangan efisiensi menjadi begitu diperhitungkan.  Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas secara mendalam mengenai cost benefit analysis (analisis biaya manfaat) dalam pendidikan. Namun untuk memperjelas dan mempermudah pembahasan makalah ini, pemakalah akan membahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan biaya pendidikan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka berikut adalah  rumusan masalah dalam penulisan makalah.
1.    Apa pengertian biaya pendidikan?
2.    Apa pengertian dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
3.    Apa tujuan dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
4.    Bagaimana cara mengukur biaya dan manfaat pendidikan?
5.    Bagaimana rate of return on investment dalam pendidikan?

2.    Untuk mengetahui pengertian dari cost benefit analysis dalam pendidikan.
5.    Untuk mengetahui rate of return on investment dalam pendidikan.


Konsep biaya dalam bahasa Inggris biasa menggunakan istilah cost, financial, expenditure. Biaya menurut Usry dan Hammer dalam Akdon (2017:5) adalah sebagai cost as an exchange, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. Cost bersinonim dengan expense yang digunakan untuk mengukur pengeluaran (outflow) barang atau jasa yang disandingkan dengan pendapatan untuk mengukur pendapatan. Secara bahasa, biaya (cost) dapat diartikan sebagai pengeluaran, sedangkan dalam istilah ekonomi, biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai pemborosan.
            Pendidikan oleh Wahono (2001:2) secara lugas dikatakan bahwa sebenarnya adalah wahana atau alat saja. Sebagai alat, pendidikan diabdikan kepada sebuah atau beberapa tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan misi. Disinilah terjadi medan perebutan pengaruh dari berbagai kekuatan lengkap dengan ideologinya (O’neil, 2002:4). Kekuatan dan ideologi ini terjelma dalam sistem ekonomi pendidikan. Sistem ekonomi pendidikan ini berkaitan dengan sistem pembiayaan pendidikan. Sistem pembiayaan pendidikan yang terwujud dalam alokasi komponen pembiayaan pendidikan idealnya mencerminkan visi dan misi lembaga pendidikan.
            Menurut Supriadi (2003), biaya pendidikan merupakan salah satu komponen instrumental (instrumental-input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Sedangkan menurut Triwiyanto dan Nurabadi (2015:26), pembiayaan pendidikan merupakan salah satu variabel yang menyumbang tercapainya tujuan pendidikan. Salah satu tujuan pendidikan dalam mengelola variabel biaya pendidikan yaitu pengelolaan variabel tersebut secara efektif dan efisien untuk menghasilkan output yang tinggi. 
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung (Fattah, 2002). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa. Kebanyakan biaya langsung berasal dari sistem persekolahan seperti SPP dan sumbangan orang tua atau biaya yang dikeluarkan langsung oleh siswa untuk membeli perlengkapan guna menunjang proses pelaksanaan pendidikan. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk kesempatan yang hilang dan dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Sejalan dengan pendapat Fattah, Akdon (2017:5)  juga mengemukakan bahwasannya biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemeintah, orang tua, maupun siswa itu sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Menurut Supriadi (2003:4) biaya terbagi menjadi dua yaitu biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household expenditure). Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.
Sifat biaya pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu biaya yang bersifat budgetair dan biaya yang bersifat non budgetair. Biaya budgetair adalah biaya pendidikan yang dibelanjakan sekolah sebagai suatu lembaga. Sedangkan biaya non budgetair adalah biaya yang bersumber dari orang tua/ keluarga siswa untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Pada sekolah dasar negeri umumnya memiliki sumber-sumber anggaran pendapatan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orang tua siswa, dan sumber lainnya. Anggaran pengeluaran adalah dana yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Anggaran belanja sekolah ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi pada setiap daerah. Serta dari waktu ke waktu berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, antara lain sebagai berikut.
1.    pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
2.    pengeluaran untuk tata usaha sekolah
3.    pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
4.    kesejahteraan pegawai
5.    administrasi
6.    pembinaan teknis educative, dan
7.    pendataan.
Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang didasarkan pula pada perhitungan biaya nyata (the real cost) sesuai dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya. Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang harus dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per siswa merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar dana yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan siswa dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah siswa pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standar dan dapat dibandingkan antara sekolah satu dengan sekolah lainnya. Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Di samping itu, juga dapat menilai bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan. (Mingat Tan dalam Fattah, 2006)

Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang banyak digunakan dalam melakukan analisis investasi pendidikan. Metode ini dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan pilihan diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi (Aryanto, 2009). Analisis manfaat biaya bersandar pada rasionalitas ekonomi yang memperhitungkan sisi efisiensi. Dengan perkataan lain, suatu pilihan akan dilaksanakan manakala manfaat yang ditimbulkan lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan, dan sebaliknya berdasarkan teknik ini, suatu pilihan akan dihindari manakala manfaat yang dihasilkan tidak sebanding (lebih kecil)  dengan biaya yang dikeluarkan.
Apabila dihubungkan dengan teknik ABM dalam lapangan pendidikan, maka kita akan berhadapan dengan ’nilai manfaat’ yang terkait dengan pembangunan manusia yang tidak mudah dinilai dengan ukuran uang. Dengan perkataan lain, suatu proyek pendidikan yang berorientasi sepenuhnya kepada pembangunan karakter manusia akan mendapatkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi (menimbang besaran biaya terhadap manfaat) akan berhadapan dengan nilai manfaat (investasi sumber daya insani) yang seolah tanpa batas.
Dalam penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat secara tajam menghitung cost (biaya). Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan salah satu komponen instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan uang).
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard dan dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan.
Komponen biaya pendidikan meliputi:
1. Peningkatan KBM
2. Pembinaan tenaga kependidikan
3. Pengadaan alat-alat belajar
4. Pengadaan bahan pelajaran
5. Sarana kelas
6. Sarana sekolah
7. Pembinaan siswa
8. Pengelolaan sekolah
9. Pemeliharaan dan penggantian sarana dan prasarana pendidikan
10. Biaya pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan.
11. Peningkatan mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan;
12. Peningkatan kemampuan dalam menguasai iptek.
13. Peningkatan pembinaan kegiatan siswa
14. Rumah tangga sekolah
15. Kesejahteraan
16. Perawatan
17. Pengadaan alat-alat belajar
18. Pembinaan tenaga kependidikan
19. Pengadaan bahan pelajaran.
            Penelitian mengenai variabel biaya pendidikan dengan komponen tujuan pendidikan telah dilakukan oleh beberapa ahli, salah satu penelitian itu berusaha mengaitkan beberapa variabel biaya pendidikan dengan mutu pendidikan (Fattah, 2002:45). Hasil penelitian lain menyatakan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di daerah pedesaan menunjukkan upaya pemborosan yang tinggi sehingga menurunkan tingkat efisiensi pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (Behrmean & Birdsall dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:26). Sebaliknya hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan akan pendidikan di Sekolah Dasar telah memberikan “rate of return” yang cukup tinggi (Foster, 1980; Corney et al, 1982). Studi yang dilakukan Budiono dan Mc Mahon (1992) membuktikan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan akan pendidikan di  Sekolah Dasar dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Indonesia telah juga berhasil meningkatkan tingkat efisiensi sistem pendidikan di sekolah. Perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa komponen biaya pendidikan memiliki elastisitas pengelolaan yang berdampak pada tercapainya tujuan pendidikan.
            Studi Psacharopoulus oleh Teguh (dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:26) mengenai pembiayaan pendidikan memaparkan hal yang amat mengagetkan, dimana di NSB (Negara Sedang Berkembang) rata-rata biaya seorang mahasiswa setara dengan 88 kali biaya seorang siswa SD. Kenyataan ini berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru yang perbandingannya mencapai 17,6. Sayangnya, tinginya biaya pendidikan tinggi di NSB tidak diikuti secara proporsional pendapatan yang diperoleh dari seorang lulusan perguruan tinggi. Kondisi tersebut menjadikan cermin bagi PT di Indonesia untuk terus meningkatkan efisiensi pendidikannya.
            Penelitian-penelitian mengenai variabel biaya pendidikan tidak sekedar mencakup hal-hal di atas, melainkan penelitian terhadap dampak sosial-ekonomi pendidikan. Salah satu penelitian yang menggunakan analisis organisasi dilakukan oleh Ruwiyanto (1994:56) yaitu pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi lembaga pendidikan karya terhadap manfaat sosial-ekonomi warga belajar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dinamika organisasi pendidikan akan membawa pengaruh terhadap warga belajar. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa upaya memperbaiki manajemen untuk efisiensi biaya pendidikan akan membawa dampak pengentasan masyarakat miskin sekaligus usaha ini akan membawa pada usaha ke arah pemerataan pendidikan. 
            Percepatan dan pemerataan penyediaan pendidikan formal secara kuantitatif kerap diartikan sebagai kunci kesuksesan pembangunan ekonomi, mitos seperti inilah yang berkembang selama ini. Kecenderungan lain yang muncul di NSB, termasuk di Indonesia, antara lain pendidikan lebih dinilai sebagai status sosial ketimbang produktivitas. Todaro (dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menyatakan masyarakat, termasuk pasar tenaga kerja, cenderung mengharapkan ijazah pendidikan lebih tinggi. Kecenderungan ini yang mendorong meningkatnya permintaan akan jenjang pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan, termasuk PT, karena kondisi tersebut dapat mengoptimalkan kualitas outputnya dengan meningkatkan efisiensi pendidikan.
            Keterkaitan pendidikan faktor-faktor lain diluar pendidikan juga menjadi kajian beberapa ahli. Ccombs dan Ahmed (1980:5) menjadikan pendidikan nonformal sebagai unit analisisnya terhadap pemerataan pendidikan. Perhitungan politik ekonomi di perguruan tinggi yang dilakukan oleh Wahono (2001:1). Wahono memperlihatkan analisis cermat mengenai pendidikan dari sudut ekonomi politik. Sementara itu, kajian efisiensi pendidikan yang dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat efisiensi menjadi kajian yang juga memperkaya bidang kajian ini (Nurhadi, 1988). Penelitian dengan dilakukan Fattah (2002), fokus penelitiannya pada level pendidikan SD. Hasil penelitiannya menunjukkan pola hubungan yang signifikan diantara variabel-variabel yang diukur.
            Psacharopoulos dan Patrinos (dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menemukan investasi pendidikan tinggi di Indonesia tahun 1986 memiliki nilai manfat sosial sebesar 5%. Nilai ini lebih rendah ketimbang manfaat sosial dari pendidikan menengah yang mencapai 11%. Sayangnya studi ini tidak mengungkapkan manfaat individu yang diperoleh. Manfaat sosial ini tentunya berbeda-beda tiap PT, dengan mengetahui hal tersebut dapat dilakukan strategi lebih terencana untuk mengoptimalkan output yang menjelaskan banyak mengungkap persoalan-persoalan pembiayaan pendidikan di Indonesia.
            Studi-studi di atas memperlihatkan bahwa penelitian mengenai ekonomi, efisiensi, dan efektifitas pendidikan (audit manajemen) belum banyak dilakukan, apa lagi dengan unit analisisnya perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tersebut belum menjadikan perguruan tinggi sebagai bahan kajian yang menarik. Penelitian yang ada baru menjadikan tingkat SD sampai SMA sebagai unit analisisnya, sementara di PT belum banyak dilakukan. Perguruan tinggi dengan karakter khususnya memiliki kemungkinan pola hubungan berbeda antara variabel biaya dengan mutu produknya.

Tujuan analisis manfaat biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan (Kawulusan, 2016).
Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPB, dan juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna sebagai dasar/pijakan dalam melakukan investasi di dunia pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari, karena menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang tanpa ada jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.
Penerapan analisis manfaat-biaya dalam pendidikan dapat digunakan untuk mengevaluasi secara kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang sedemikian besar telah dikeluarkan. Misalnya dalam kasus kebijakan UN, anggaran yang diusulkan oleh pemerintah sebesar Rp 754 Milyar, yang terdiri dari anggaran untuk UN (Ujian Nasional) tingkat SD (Sekolah Dasar) dalam RAPBN 2008 sebesar Rp 500 miliar untuk sekitar lima juta murid.
Adapun untuk pelaksanaan UN tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) sederajat dialokasikan Rp 150 miliar dan di level SMA (Sekolah Menengah Atas) sederajat direncanakan sebesar Rp 104 miliar. Meskipun banyak pihak menganggap bahwa penyelenggaraan UN ini merupakan suatu kebijakan yang mubazir, namun pemerintah menganggap bahwa manfaat dari UN sangat besar (strategis) bila dibandingkan dengan pilihan tidak melaksanakan UN. Argumentasi pemerintah ini sesunggunya dapat dikritisi dengan melakukan analisis biaya manfaat melalui pendekatan opportunity cost. Berapa besar kerugian yang ditimbulkan dengan hilangnya kesempatan bagi pemerintah dengan biaya sebesar itu bila dipakai untuk menjalankan kebijakan lain, misalnya pembangunan dan perbaikan gedung SD. 
Secara sederhana dapat dibandingkan manfaat yang didapatkan dengan pelaksanaan UAN, dengan manfaat apabila dana sebesar itu digunakan untuk menyediakan dan atau memperbaiki sarana dan prasarana sekolah, terutama yang berada di pelosok desa. Dengan analisis manfaat biaya ini, diharapkan semua debat dan kontroversi masalah UN dapat diselesaikan secara rasional, bukan emosional ataupun politik.

1.    Mengukur Biaya Pendidikan
Konsep biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk uang, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “income forgone”. Income forgone yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran atau menyelesaikan studi. Sebagai contoh, seorang lulusan SMP yang tidak diterima untuk melanjutkan pendidikan di SMA, jika ia bekerja tentu memperoleh penghasilan dan jika ia melanjutkan besarnya pendapatan selama 3 tahun belajar di SMA harus diperhitungkan. Oleh karena itu, biaya pendidikan akan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung atau biaya kesempatan (opportunity cost). Dengan demikian, biaya keseluruhan (C) selama di SMA terdiri dari biaya langsung (L), dan biaya tidak langsung (K) atau pendapatan lulusan SMP.
C (SMA) = L (SMA) + K (SMA)
Keterangan:
C (SMA): biaya pendidikan
L (SMA) : biaya langsung dibayarkan untuk bersekolah di SMA
K (SMA) : jumlah rata-rata penghasilan lulusan SMP
Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan sekolah. Analisis efisiensi keuangan sekolah dalam pemanfaatan sumber-sumber keuangan sekolah dan hasil (output) sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisis biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata per siswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah (enrollment) dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya biaya satuan per siswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
            Di dalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah siswa. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran per komponen pendidikan yang digunakan oleh siswa.
a.    Pendekatan Makro
Faktor utama yang menentukan dalam perhitungan biaya satuan dalam sistem pendidikan adalah kebijakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan di setiap negara. Pola alokasi biaya pendidikan terutama yang bersumber dari pemerintah meningkatkan pengaruh berdasarkan struktur piramida karakteristik. Pola ini memberikan tinjauan kasar tentang prioritas biaya yang bersumber dari pemerintah. Pada umumnya, negara-negara di Asia mengalokasikan dana pemerintah untuk pendidikan dasar sebesar 48% , pendidikan menengah 31%, dan pendidikan tinggi sebesar 19%. Pola yang menurun ini sama dengan pola di Amerika Latin yang berkontribusi dana pemerintahan masing-masing 51%, 25%, dan 24% (Bank Dunia).
Untuk membandingkan biaya pendidikan pada tiap jenjang di tiap negara, teknik yang digunakan yaitu dengan membandingkan biaya operasional pendidikan dan sumber keuangannya. Besarnya biaya satuan berdasarkan perbandingan persentase dari GNP. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia, rata-rata satuan biaya pendidikan dasar di negara-negara Asia yang menjadi objek studi adalah 10% dari GNP, sama dengan di Amerika Latin, pada pendidikan menengah rata-rata satuan biaya di Asia adalah 19% perkapita GNP. Sedangkan di Amerika Latin mencapa 25%, Philipina dan Srilanka memiliki biaya terendah, yaitu kurang dari 0,5 kali rata-rata regional. Cina memiliki satuan biaya paling tinggi yaitu sekitar 1,5 kali rata-rat regional. Di negara-negara lain seperti India, Nepal, dan Thailand memiliki satuan biaya di bawah rata-rata, sedangkan Indonesia, Korea, dan malaysia memiliki satuan biaya di atas rata-rata.
Satuan biaya pendidikan di setiap negara sangat bervariasi. Variasi atau keragaman dalam besarnya satuan biaya disebabkan perbedaan cara penyelenggaraan pendidikan. Karakteristik pendidikan yang mempengaruhi biaya meliputi, antara lain:
1.    skala gaji guru dan jam terbang mengajar,
2.    penataran dan latihan pra jabatan,
3.    pengelompokan siswa di sekolah dan di dalam kelas,
4.    penggunaan metode dan bahan pengajar,
5.    sistem evaluasi, dan
6.    supervisi pendidikan.
Alasan adanya perbedaan satuan biaya antara negara-negara di Asia bermacam-macam. Misalnya, di Bangladesh tingkat biaya terutama disebabkan rasio guru-siswa yang sangat tinggi, sedangkan di Srilangka disebabkan gaji guru yang relatif rendah.
b.    Pendekatan Mikro
            Pendekatan mikro menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran total (total cost) dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat pendidikan. Biaya total merupakan gabungan biaya-biaya per komponen input pendidikan di tiap sekolah. Satuan biaya pendidikan merupakan biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah per murid per tahun anggaran. Satuan biaya ini merupakan fungsi dari besarnya pengeluaran sekolah serta banyaknya murid sekolah. Dengan demikian, satuan biaya ini dapat diketahui dengan jalan membagi seluruh jumlah pengeluaran sekolah setiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang bersangkutan. Perhitungan satuan biaya pendidik dapat menggunakan formula sebagai berikut.
Sb (s,t) = f [K (s,t) dan M (s,t)]
Keterangan:
                         S          = satuan biaya per murid per tahun
                         K         = jumah seluruh pengeluaran
                         M        = jumlah murid
                         s          = sekolah tertentu
                         t           = tahun tertentu

2.    Mengukur Manfaat Pendidikan
Perlu dikemukakan bahwa keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan standar nilai ekonomi atau uang. Hal ini disebabkan manfaat pendidikan, di samping memiliki nilai ekonomi, juga memiliki nilai sosial. Dalam pengukuran dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau pendapat seseorang dari produktivitas yang dimilikinya, memerlukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi bahwa produktivitas seseorang dianggap merupakan fungsi dari keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Ukuran hasil pendidikan kita gabungkan dengan data biaya pendidikan dapat menjadi ukuran efisiensi eksternal. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu:
1.                                  1. dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi,
2.                                  2.  dapat tidaknya memperoleh pekerjaan,
3.                                  3.  besarnya penghasilan (gaji) yang diterima,
                      4. sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya, dan politik.
Dalam mengukur keuntungan pendidikan, digambarkan bagaimana cara mengukur keuntungan pendidikan menurut nilai ekonomi (penghasilan) yang dibandingkan dengan biaya (cost). Keuntungan tersebut diukur dengan menggunakan pola penghasilan seumur hidup. Pola penghasilan seseorang sepanjang hayatnya akan berbentuk V balik yang dimulai dengan penghasilan agak rendah pada usia muda, meningkat pada masa berikutnya, dan menurun pada usia lanjut. Untuk memperoleh pola penghasilan seumur hidup ini dilakukan dengan dua cara: cross sectional dan longitudinal. Berikut ini penjelasannya.
1.    Cross sectional dengan jalan mengukur penghasilan dalam waktu yang bersamaan kepada sejumlah orang yang bervariasi umumnya, kemudian dicari rata-rata penghasilan dari orang-orang yang usianya sama.
2.    Longitudinal dengan jalan mengikuti sejumlah orang yang seusia dan penghasilannya diukur pada setiap usianya.
            Penghasilan atau gaji merupakan ukuran yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan pendidikan. Ada tiga alasan yang bisa dikemukakan, yaitu sebagai berikut.
1.    Baik logika maupun pengalaman menunjukkan bahwa mayoritas sosial bersekolah sebagai sarana untuk mendapatkan manfaat ekonomi.
2.    Mudah diukur.
3.    Data gaji cukup tersedia, namun demikian ada beberapa hal yang perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran, yaitu:
a.    Apa gaji awal atau gaji seumur hidup,
b.    Menggunakan honor atau data kroseksional. Profil konseksional mengemukakan gaji orang-orang yang berbeda usia, tetapi sama tingkat pendidikannya pada waktu tertentu. Kohor menelusuri perkembangan gaji seseorang dalam perkembangan waktu. Perlu juga diperhatikan bukan hanya besarnya gaji absolut, tetapi juga seberapa besar pertambahan gaji setelah mendapat pendidikan dan latihan.

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Mincer pada tahun 1974 dan kemudian lebih terkenal dengan sebutan persamaan Mincerian. Pendekatan ini tak hanya menjadi referensi khusus pada biaya pendidikan langsung, walaupun dalam praktiknya pendekatan ini memasukkan konsep earning forgone dalam porsi yang lebih besar. Rate of return diterjemahkan sebagai perbandingan antara biaya yang dihabiskan/diinvestasikan untuk pendidikan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan setelah menyelesaikan pendidikan itu selama hidupnya. Angka ini sering menjadi acuan dalam beberapa analisis lanjutannya, misalnya dalam cost benefit analysis. Rate of return ini merupakan alat perencanaan pendidikan. Hasil analisis dari pendekatan ini akan dijadikan pertimbangan sejauhmana vitalitas suatu program pendidikan (umumnya pendidikan masyarakat) mampu memberikan manfaat terhadap hidup dan kehidupan individu/suatu masyarakat.
Sebagai alat analisis, semua bentuk investasi modal dalam suatu usaha diukur dengan alat analisis ini. Dalam pembangunan bangsa, sebagai suatu bentuk usaha investasi jangka panjang, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi daripada investasi fisik dibidang lain. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi daripada investasi modal fisik yaitu 20% dibanding 15%. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9% dibanding 13%. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi dalam Faridah, 2015).
Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh bank dunia, menunjukkan investasi pendidikan sebagai sebuah kegiatan inti dalam pengembangan sumber daya manusia, hal ini membuktikan bahwa pendidikan memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkat keuntungan ekonomi. Berdasarkan temuan-temuan tersebut mengatakan bahwa keuntungan ekonomi (rate of return) investasi pendidikan lebih tinggi daripada investasi fisik dengan perbandingan 15,3% dengan 9,1% (Nanang Fattah, 2000). Ini berarti bahwa investasi dalam pendidikan merupakan upaya yang menguntungkan baik secara sosial maupun ekonomis.
Pada rate of return ada suatu pertukaran nilai, yaitu pertukaran antara penghasilan yang diraih seseorang setelah mengikut suatu program pendidikan dengan investasi untuk mendapatkan pendidikan. Ini bisa dijelaskan oleh rumus regresi gandanya seorang ekonom pendidikan, Mincer sang pelopor pendekatan ROR ini. Rumus yang ditetapkan Mincer adalah seperti di bawah ini :
Ln Y = a + bS + cX1 + dX2 + eX3 + .....
Dimana Y adalah variabel dependen dari Ln pendapatan seseorang (Y). Adapun variabel independennya adalah :
S    = Jumlah tahun sekolah
X1 = Pelatihan yang didapat
X2 = Pengalaman
X3 = Waktu bekerja
Penjelasannya, perubahan pada salah satu variabel independen akan merubah secara otomatis nilai variabel dependen. Misalnya, perubahan satu satuan variabel X1 (pendidikan/pelatihan), akan merubah pula nilai variabel Y (pendapatan individu). Begitu pula yang lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu variabel independen, memiliki kontribusi persentase tertentu pada penghasilan yang dimiliki seseorang selama hidupnya. Perubahan atas kuantitas dan kualitas pada pendidikan, berarti menaikkan atau menurunkan kuantitas variabel X1 tentu akan berpengaruh pula pada variabel dependen (Y), penghasilan seseorang.
Upaya peningkatan mutu pembelajaran adalah treatment terhadap variabel independen pada persamaan Mincer di atas. Mutu pembelajaran yang ditingkatkan akan mempengaruhi capaian belajar seseorang. Logika sederhananya, ia akan memiliki nilai lebih dari proses pembelajaran reguler yang tanpa ada upaya peningkatan mutu pembelajaran. Ia akan memiliki kapabilitas lebih. Kelebihan yang dimiliki sebagai akibat dari perbaikan mutu pembelajaran, akan memberikan daya tawar yang tinggi pada individu yang didik untuk mampu bersaing dan mendapat pekerjaan.
Upaya peningkatan mutu pembelajaran tidak akan pernah terlepas dari biaya. Upaya pemenuhan input instrument yang bermutu tinggi, seperti dijelaskan dalam model proses pembelajaran pada pendahuluan, misalnya tenaga yang lebih profesional, kurikulum terbaik, saran-pra saran terbaik, lingkungan yang terbaik, lingkungan yang terbaik, dan lain sebagainya pasti membutuhkan pembiayaan ekstra. Disinilah letak economic value exchange-nya.
Metode pengembalian investasi digunakan untuk mengukur prosentase manfaat yang dihasilkan oleh suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya. Sedangkan return on investment dari suatu proyek investasi dapat dihitung dengan rumus: 
                ROI =

Misalnya diketahui bahwa total manfaat dari Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Program Pasca Sarjana UM adalah: 
Manfaat tahun ke 1     = Rp.    346.000.000,-
Manfaat tahun ke 2     = Rp.    440.000.000,-
Manfaat tahun ke 3     = Rp.    565.000.000,-
Manfaattahunke 4       = Rp.    627.500.000,-+
Total Manfaat           = Rp. 1.978.500.000,-
Sedang total biaya yang dikeluarkan adalah:
Biaya tahun ke 0         = Rp.    788.500.000,-
Biaya tahun ke 1         = Rp.      61.000.000,-
Biaya tahun ke 2         = Rp.      67.500.000,-
Biaya tahun ke 3         = Rp.      79.000.000,-
Biaya tahun ke 4         = Rp.      85.250.000,- +
Total Biaya                = Rp. 1.081.250.000,-
ROI untuk proyek ini adalah sebesar = (Rp. 1.978.500.000 – Rp. 1.081.250.000,-)/ Rp. 1.081.250.000,-) x 100% = 82,98 % .  Apabila suatu proyek investasi mempunyai ROI lebih besar dari 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Pada proyek ini nilai ROI nya adalah 0,8298 atau 82,98%, ini berarti proyek ini dapat diterima, karena proyek ini akan memberikan keuntungan sebesar 82,98% dari total biaya investasinya.
  
BAB III PENUTUP

Biaya pendidikan dapat dikatakan memegang peranan penting dalam keberlangsungan pendidikan. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu juga tidak terlepas dari perencanaan anggaran yang mantap, alokasi yang tepat sasaran dan efektif sehingga membuat seluruh komponen lembaga pendidikan tersebut bersinergi dan memberikan hasil yang optimal dalam pencapaian tujuan. Lembaga pendidikan dapat dikatakan juga sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya produksi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa analisis manfaat biaya pendidikan menjadi bahan perhatian yang penting bagi pemerintah, masyarakat, dan para penyelenggara pendidikan untuk menentukan langkah progresif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang banyak digunakan dalam melakukan analisis investasi pendidikan. Tujuan dilakukannyaanalisis manfaat biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan. Sehingga metode ini dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan pilihan diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi.
Rate of return adalah perbandingan antara biaya yang dihabiskan atau diinvestasikan untuk pendidikan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan setelah menyelesaikan pendidikan itu selama hidupnya. Hasil analisis rate of return  ini akan dijadikan pertimbangan suatu program pendidikan mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan individu.

Bagi pengambil keputusan di sekolah atau kepala sekolah, penerapan analisis manfaatbiaya dalam pendidikan dapat digunakan bahan untuk mengevaluasi secara kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang sedemikian besar telah dikeluarkan.
Bagi pemerintah, sebaiknya menjadikan analisis manfaat biaya pendidikan sebagai acuannya untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPB, selain itu juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.Sedangkan bagi masyarakat, sebaiknya analisis manfaat biaya pendidikan ini juga dijadikan sebagai dasar/pijakan dalam melakukan investasi di dunia pendidikan.


 

MANAJEMEN PENDIDIKAN Template by Ipietoon Cute Blog Design